03 Desember 2008

Api dan Asap

Suatu ketika, ada sebuah kapal yang tenggelam diterjang badai. Semuanya porak-poranda. Tak ada awak yang tersisa, kecuali satu orang yang berhasil mendapatkan pelampung. Namun, nasib baik belum berpihak pada pria ini. Ia terdampar pada sebuah pulau kecil tak berpenghuni, sendiri, dan tak punya bekal makanan.
Ia terus berdoa agar Tuhan menyelamatkan jiwanya. Setiap saat, dipandangnya ke penjuru cakrawala, mengharap ada kapal yang datang merapat. Sayang, pulau ini terlalu terpencil. Hampir tak ada kapal yang mau melewatinya. Lama kemudian, pria ini pun lelah untuk berharap.
Lalu, untuk menghangatkan badan, ia membuat perapian, sambil mencari kayu dan pelepah nyiur untuk tempatnya beristirahat. Dibuatnya ruman-rumahan, sekadar tempat untuk melepas lelah. Disusunnya semua nyiur dengan cermat, agar bangunan itu kokoh dan dapat bertahan lama.
Keesokan harinya, pria malang ini mencari makanan. Dicarinya buah-buahan untuk penganjal perutnya yang lapar. Semua pelosok dijelajahi, hingga kemudian ia kembali ke gubuknya.
Namun, ia terkejut. Semuanya telah hangus terbakar, rata dengan tanah, hampir tak bersisa. Gubuk itu terbakar, karena perapian yang lupa dipadamkannya. Asap membubung tinggi, dan hilanglah semua kerja kerasnya semalam. Pria ini berteriak marah, "Ya Tuhan, mengapa Kaulakukan ini padaku. Mengapa? Mengapa?" Teriakannya melengking menyesali nasib.
Tiba-tiba ... terdengar peluit yang ditiup. Tuittt ... tuuitttt.Ternyata ada kapal yang datang. Kapal itu mendekati pantai, dan turunlah beberapa orang menghampiri pria yang sedang menangisi gubuknya ini. Pria ini kembali terkejut, ia lalu bertanya, "Bagaimana kalian bisa tahu kalau aku ada di sini?" Mereka menjawab, "Kami melihat tanda asapmu!"
Demikianlah tutur sebuah kisah anonim. Sangat mudah memang bagi kita untuk marah saat musibah tiba. Nestapa yang kita terima, tampak begitu berat saat terjadi dan berulang-ulang terjadi. Kita memang bisa memilih untuk marah, mengumpat, dan terus mengeluh. Namun, agaknya kita tak boleh kehilangan hati kita. Sebab, Tuhan selalu ada di dalam hati kita, walau dalam keadaan yang paling berat sekalipun. Dan ingatlah, saat ada "asap dan api" yang membubung dan terbakar dalam hati kita, jangan berkecil hati. Jangan sesali semua itu. Jangan hilangkan perasaan sabar dalam kalbu kita. Sebab, bisa jadi, itu semua adalah sebagai tanda dan simbol bagi orang lain untuk datang kepada kita, dan mau menolong kita.
Jadi untuk semua hal buruk yang kita pikirkan, akan selalu ada jawaban yang menyejukkan dari-Nya. Tuhan Mahatahu yang terbaik buat kita. Jangan hilangkan harapan itu.*

1 komentar:

harga Mitsubishi Baru mengatakan...

Dearlest Bpk Samuel Arifin Solaiman

saya sangat berterima kasih atas cuplikan cerita ( cerpen ) yang bagus pada blok anda sangat super dan penuh empaty terhadap diri saya pribadi

salam Super
Mauludin
http://www.mauludin-aja.blogspot.com/