26 November 2008

Berhati-hati dalam berkata-kata

Beberapa waktu yang lalu saya membeli Replacement Lamp untuk Lampu Baca seharga Rp.30.000,-. Setibanya di rumah anak saya Jonathan (8 tahun) memegang lampu tersebut yang masih ada berada dalam dus. Tanpa disengaja tutup dus bagian bawah terbuka dan lampu jatuh terpecah belah.
Secara refleks saya terpancing untuk memarahinya. Sebelum terlontar kata-kata yang merendahkannya saya coba kendalikan emosi.Saya mulai menganalisa sebagai berikut : harga lampu Rp.30.000,- dan kalau saya merendahkannya sehingga menyebabkan luka hati seumur hidup maka hal ini tidak akan terbayarkan sekalipun dengan uang milyaran rupiah.
Segera teringat nasihat bijak: “Bapa-bapa, janganlah bangkitkan amarah di dalam hati anak-anakmu, tetapi didiklah mereka di dalam ajaran dan nasihat Tuhan.”Disinilah saya tersentak dan segera memeluk Jonathan seraya berujar: “Jo, papa lebih sayang kamu dari pada lampu yang bisa dibeli lagi. Lain kali kamu harus lebih berhati-hati.”
Perkataan yang kita ucapkan bersifat kekal. Sekali kita ucapkan tidak bisa kita tarik kembali. Untuk itulah kita harus berhati-hati dalam berkata-kata

Memilih untuk tidak membalas

Hari minggu 19 Oktober 2008, saya bersama istri, kedua anak dan ibu mertua mengunjungi ITC Cempaka Mas – Jakarta untuk membeli baterai HP. Ketika ke toilet anak saya menemukan HP tertinggal di atas closet. Beberapa jam kemudian si pemilik mengirim SMS ke HP tersebut dan meminta agar HP nya dikembalikan.

Saat inilah terjadi pergumulan dalam diri saya. Belum lama HP milik istri dicuri dan HP saya dicopet pada saat saya naik bis. Pada awalnya anak saya keberatan kalau saya mengembalikan HP tersebut karena si pencuri tidak mengembalikan kedua HP kami. Jadi menurut mereka kamipun tidak berkewajiban untuk mengembalikan HP tersebut.

Disinilah kami belajar untuk menerapkan ajaran Tuhan untuk tidak membalas bila kita diperlakukan tidak semestinya. Bahkan pembalasan bukanlah hak kita melainkan hak Tuhan.

Saya memilih sikap untuk tidak membalas.Tak lama setelah itu si pemilik menelpon ke HP tersebut dan saya menemuinya untuk mengembalikan HP tersebut.

Memilih untuk Bersyukur

Banyak kejadian dalam kehidupan ini terjadi bukan hasil pilihan kita. Yang dapat kita lakukan adalah memilih sikap untuk meresponinya. Perkenankan saya untuk berbagi pengalaman dalam menyikapi kejadian yang terjadi di kehidupan ini.
Setiap hari Senin, Rabu dan Jumat pukul 5 pagi , ibu mertua (74 tahun) meminta saya untuk mengantarnya senam. Hal ini menjadi pergumulan bagi saya terlebih bila sehari sebelumnya saat ada rapat di BPK PENABUR hingga larut malam. Saya harus melawan rasa kantuk untuk mengantarnya. Disinilah saya dihadapkan dengan pilihan dalam menyikapinya. Bila memilih sikap menggerutu maka saya akan merasa terpaksa untuk mengantarnya. Saya mencoba melihat dari sudut pandang lain.
Banyak yang lain diusia lanjut terbaring lemah tak berdaya. Jangankan untuk berjalan, berdiri saja perlu dipapah. Ibu mertua saya diusia 74 tahun masih dapat berjalan bahkan masih bisa senam. Bukankah hal ini patut disyukuri ?
Saya memilih sikap untuk bersyukur. Jadi setiap pagi ketika mengantarnya senam saya lakukan dengan ucapan syukur kepada Tuhan yang masih memberikan kesehatan kepadanya.

Seorang Hero tidak segan untuk minta maaf

Saat ini kita para orang tua sedang mempersiapkan generasi anak-anak kita agar kelak menjadi Pahlawan. Untuk itulah anak-anak kita memerlukan figure Pahlawan yang dapat diteladani . Salah satu yang mereka butuhkan adalah seorang teladan yang tidak segan untuk meminta maaf atas kesalahan yang telah dilakukannya.
Sejak anak-anak masih kecil saya memberi teladan untuk meminta maaf atas kesalahan yang saya lakukan kepada mereka . Rupanya teladan yang selama ini saya tabur tidaklah sia-sia.Beberapa hari yang lalu anak saya James (9 tahun) mencoba install program game ke dalam komputer di rumah. Karena masalah teknis maka terjadi error dan James menekan tombol Delete berkali-kali. Akibatnya sangat fatal , system komputer macet dan tidak keluar gambar sama sekali pada monitor. Saya sangat kecewa atas kejadian ini dan terpancing untuk memarahi bahkan merendahkan James. Bersyukur saya diingatkan untuk berhati-hati dalam berkata-kata. Saat itu dengan lirih James berujar: ”Sorry ya pa.....”
Dewasa ini sudah jarang kita mendengar ucapan maaf terlebih lagi dari seorang anak yang baru berusia 9 tahun. Bangsa kita memerlukan banyak pemimpin yang dengan jiwa besarnya tidak segan untuk meminta maaf atas kesalahan yang telah dilakukannya.
Kiranya kita para orang tua tidak lelah memberi teladan kepada kepada pahlawan cilik kita. Dan predikat Pahlawan Sejati berhak disandang bagi para ”Hero Maker”

Menabur Kebaikan Menuai Kebaikan

Seorang wartawan mewawancari seorang petani untuk mengetahui rahasia di balik buah jagungnya yang selama bertahun-tahun selalu berhasil memenangkan kontes perlombaan hasil pertanian. Petani itu mengaku ia sama sekali tidak mempunyai rahasia khusus karena ia selalu membagi-bagikan bibit jagung terbaiknya pada tetangga-tetangga di sekitar perkebunannya."Mengapa anda membagi-bagikan bibit jagung terbaik itu pada tetangga-tetangga anda? Bukankah mereka mengikuti kontes ini juga setiap tahunnya?" tanya sang wartawan."Tak tahukah anda?" jawab petani itu. "Bahwa angin menerbangkan serbuk sari dari bunga-bunga yang masak dan menebarkannya dari satu ladang ke ladang yang lain. Bila tanaman jagung tetangga saya buruk, maka serbuk sari yang ditebarkan ke ladang saya juga buruk. Ini tentu menurunkan kualitas jagung saya. Bila saya ingin mendapatkan hasil jagung yang baik, saya harus menolong tetangga saya mendapatkan jagung yang baik pula."
Akan berlaku Hukum Tabur Tuai. Apa yang kita tabur akan kita tuai.

Oleb sebab itu biarlah kita tidak tidak jemu-jemu menabur kebaikan maka pastilah kita akan menuai kebaikan pula

Hukum Kepantasan dan Keadilan

Hari Sabtu, 25 Oktober 2008 anak saya James (9 tahun) dan Jonathan (8 tahun) menerima raport mid semester. Hasil raport James bagus tanpa angka merah sedangkan Jonathan mendapat 2 angka merah.
Karena prestasi belajarnya yang bagus saya memberi penghargaan kepada James dengan mengajaknya nonton film Laskar Pelangi. Jonathan protes keras karena dia tidak diajak nonton. James pantas menerima penghargaan atas upaya yang telah dia lakukan. Saya tidak berlaku adil jika saya memberi penghargaan yang sama kepada Jonathan yang belum pantas menerimanya. Saya memotivasi Jonathan supaya lebih meningkatkan prestasi belajarnya agar dia pantas menerima penghargaan seperti kakaknya James.
Disinilah terlihat jelas bahwa Hukum Kepantasan bersanding sejajar dengan Hukum Keadilan .

Kebahagiaan

Salah satu cara untuk membahagiakan keluarga adalah dengan mengajaknya berlibur baik ke luar kota maupun ke luar negeri. Begitu pula pada saat lebaran yang lalu, banyak yang memanfaatkannya untuk berlibur bersama keluarga.Saya tidak memiliki cukup dana untuk mengajak keluarga berlibur ke luar kota terlebih lagi ke luar negeri. Sempat saya sedih karena saya tidak dapat membahagiakan keluarga seperti yang dilakukan orang lain pada umumnya. Beruntung saya teringat nasihat bijak:Kebahagiaan bukan terletak pada kemewahan materi. Kebahagiaan bisa kita dapati pada saat kita menikmati tawa canda dari anak kita.Terinspirasi dengan kutipan diatas , saya pun berinisiatif mengajak istri dan kedua anak saya yang berusia 9 dan 8 tahun berekreasi ke Kebun Teh Gunung Mas yang berlokasi di Puncak – Jawa Barat. Jauh sekali dari suasana yang wah. Setibanya dilokasi kami dijemput oleh suasana alam yang natural. Anak-anak dapat kesempatan menunggang kuda. Bahkan mereka dapat tertawa lepas pada saat berhasil menerbangkan layang-layang yang kami beli di lokasi seharga Lima Ribu Rupiah.Tidak perlu kemewahan untuk dapat mengalami kebahagiaan. Tanpa mengeluarkan dana jutaan rupiah saya dapat mengalami kebahagiaan dengan menyaksikan tawa ceria kedua anak saya . Kebahagiaanpun terpancar dari wajah mereka. Hal ini semakin menambah kebahagiaan saya.